Review Jurnal Hukum Perdata
PENGGUNAAN INDIRECT EVIDENCE (ALAT BUKTI TIDAKLANGSUNG) OLEH
KPPU DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN PRAKTIK KARTEL DI INDONESIA (STUDI DI
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA)
Penulis :
Mutia Anggraini
Kata kunci : Kata Kunci: Indirect
Evidence/alat bukti tidak langsung, kartel, alat bukti.
http:// hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/JURNAL-Mutia-Anggraeni 0910110053.pdf
http:// hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/JURNAL-Mutia-Anggraeni 0910110053.pdf
Abstrak
Pada skripsi ini, penulis
mengangkat permasalahan Penggunaan Indirect Evidence oleh KPPU dalam Proses
Pembuktian Dugaan Praktik Kartel di Indonesia. Pilihan tema tersebut dilatar
belakangi dari perkembangan isu yang menyatakan bahwa KPPU dalam praktiknya
dapat menggunakan satu alat bukti. Alat bukti tersebut, yaitu alat bukti tidak
langsung. Perbedaan penggunaan minimal alat bukti dalam hukum acara ini yang
membuat penulis tertarik untuk menulis permasalahan
tersebut.Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah:
(1)Bagaimanakah penggunaan Indirect Evidence dalam proses pembuktian menurut
sistem pembuktian di Indonesia?
(2) Bagaimana penggunaan Indirect Evidenceoleh KPPU dalam membuktikan adanya dugaan kartel di Indonesia?
tersebut.Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah:
(1)Bagaimanakah penggunaan Indirect Evidence dalam proses pembuktian menurut
sistem pembuktian di Indonesia?
(2) Bagaimana penggunaan Indirect Evidenceoleh KPPU dalam membuktikan adanya dugaan kartel di Indonesia?
Kemudian penulisan karya tulis
ini menggunakan metode yuridis empiris atau sociology of law. Penulis
menggunakan data yang penulis peroleh dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung. Data itu berupa wawancara
terpimpin, jurnal-jurnal hukum, majalah Kompetisi yang diterbitkan oleh KPPU.
Data tersebut kemudian penulis analisis dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif.
Jawaban atas permasalahan yang
ada bahwa penggunaan Indirect Evidence/alat bukti tidak langsung dalam proses
pembuktian menurut sistem hukum pembuktian di Indonesia dapat digunakan sebagai
alat bukti. Kedudukannya sebagai alat bukti tambahan. KPPU perlu mendapatkan
alat bukti lainnya untuk memproses permasalahan hingga didapat suatu kesimpulan
akhir atas adanya dugaan pelanggaran atau tidak atas UU No. 5 tahun 1999. Alat
bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai alat bukti satu-satunya di
dalam persidangan yang dilakukan oleh KPPU. Cara penggunaan Indirect evidence
telah dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi yang diajukan
oleh KPPU atas pembatalan oleh Pengadilan Negeri Penggunaan Indirect
Evidence oleh KPPU sebagai alat bukti awal indikator terjadinya kartel yaitu
dengan menggunakan metode analisis ekonomi. Analisis ekonomi dalam beberapa
kasus digunakan sebagai alat bukti awal diketahui bahwa ada dugaan praktik
kartel. Analisis ekonomi ini berupa analisis dengan menggunakan faktor
struktural dan faktor perilaku.
Pendahuluan
Didunia terdapat tiga macam
sistem ekonomi yang dianut oleh negaranegaradi belahan bumi ini. Sistem ekonomi
liberal, sosialis dan campuran.Indonesia memilih sistem ekonomi campuran. Trend
yang terjadi pada negara berkembang dan negara pecahan Uni Soviet adalah
memperbaiki sistem perekonomian di negaranya. Kebijakan ekonomi baru ini
memanfaatkan instrumen-instrumen pasar dan persaingan dalam membangun ekonomi
bangsa.
Negara sebagai pembuat kebijakan
mengarahkan masyarakat untuk menjalankan persaingan usaha yang sehat. Hal ini
untuk mendapatkan persaingan yang sehat tanpa ada keberpihakan pada golongan
tertentu. Pasar yang membentuk harga secara alamiah. Khusus bagi perekonomian
Indonesia, campur tangan pemerintah dapat dilakukan. “Perekonomian Nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi”.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur
mengenai berbagai larangan bagi tindakan yang menyebabkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat dari kegiatan maupun perjanjian diatara para pelaku usaha
salah satunya kartel. Menurut ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, perjanjian kartel dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian
Kartel terjadi antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menghilangkan persaingan diantara keduanya.
Proses Pembuktian dalam sebuah
indikasi pelanggaran UU No. 5 tahun 1999 yang dilakukan oleh KPPU adalah
kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang bersumber pada
kaidah-kaidah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Hukum
Perdata yang dicari adalah kebenaran formil. Pencarian kebenaran materiil untuk
membuktikan bahwa adanya akibat dari persaingan usaha tidak sehat tersebut,
diperlukan keyakinan KPPU bahwa pelaku usaha melakukan atau tidak melakukan
perbuatan yang menyebabkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat. Keyakinan itu didapat dengan cara memastikan kebenaran atas
laporan dan inisiatif KPPU atas dugaan terjadinya praktek kartel dengan cara
melakukan penelitian, pengawasan, penyelidikan, dan pemeriksaan. Undang-Undang
Nomor5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
TidakSehat dalam pasal 42 disebutkan ada lima alat bukti yang dapat digunakan
bagiKomisi Pengawas Persaingan Usaha yaitu; keterangan saksi, keterangan
ahli,surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha. Dalam KUHAPdan
HIR alat bukti langsung tersebut diajukan masing-masing dalam pasal 184dan 164.
Terdapat beberapa permasalahan
yang timbul dengan penggunaan Indirect Evidence dalam indikasi kartel. Dalam
pedoman pasal 11 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan usaha disebutkan bahwa
“KPPU harus berupaya memperoleh satu atau lebih alat bukti”.2 Pernyataan
tersebut dapat diartikan bahwa satu alat bukti cukup untuk menindaklanjuti
laporan ataupun dugaan adanya indikasi kartel. Hal ini bertentangan dengan
Hukum acara pidana. Hukum pidana menyatakan “satu bukti bukan bukti” (unus
testis nullus testis). Minimal alat bukti yang sah menurut KUHAP, yaitu dua
alat bukti. Ketidaksesuaian hukum pembuktian antara ketentuan pembuktian yang
ada dalam hukum acara pidana dan hukum persaingan usaha yang kemudian
menjadikan latar belakang penulisan skripsi. Hukum acara pidana menggunakan
Direct Evidence sebagai bukti utama dalam hukum acara pidana, sedangkan
Indirect Evidence yang menjadi dasar utama pembuktian di dalam hukum persaingan
usaha. Penulis merasa tertarik meneliti permasalahan ini dalam suatu penelitian
dengan judul “Penggunaan Indirect Evidence Oleh KPPU Dalam Proses Pembuktian
Dugaan Praktek Kartel Di Indonesia”.
Ketidaksesuaian sistem pembuktian
antara hukum acara pidana, hukumacara perdata dan hukum acara persaingan usaha
ini yang kemudian menjadikanpenulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
dan penulisan dalam skripsi yang berjudul “Penggunaan Indirect Evidence Oleh
KPPU Dalam Proses Pembuktian Dugaan Praktek Kartel Di Indonesia”.
Pembahasan
1.) Penggunaan Indirect Evidence
dalam proses pembuktian menurut sistem hukum pembuktian di Indonesia
Indonesia dalam sistem hukum pembuktian hukum acara pidana menganut sistem menurut undang-undang secara negatif. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori penggabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian conviction in time, artinya salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Terdapat beberapa macam jenis hukum acara di pengadilan secara umum yang ada di Indonesia untuk membuktikan suatu perkara di persidangan. Hukum acara yang dimaksud disini adalah Hukum acara Pidana, hukum acara perdata, hukum acara persaingan usaha. Hukum acara pidana secara khusus diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana, hukum acara perdata secara khusus diatur dalam Kitab Hukum acara perdata atau HIR dan Hukum acara Persaingan Usaha diatur dalam peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Perkom) Nomor 1 tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara.
Terdapat perbedaan-perbedaan
antara penggunaan pembuktian menurut hukum acara persaingan usaha, hukum acara
perdata, dan hukum acara pidana. Pembuktian adalah suatu tahapan di dalam hukum
untuk meneliti kebenaran atas suatu perkara hukum. Fokus penulis dalam
perbedaan ini terletak pada penggunaan alat bukti tidak langsung pada hukum
persaingan usaha terhadap hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hukum
acara pidana secara tegas mengatur dalam pasal 184 KUHAP “alat bukti yang sah,
yaitu: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk;
keterangan terdakwa”. Hukum pembuktian di dalam sistem hukum acara pidana
tidak dikenal adanya alat bukti langsung dan tidak langsung.
Di sisi lain hukum acara perdata
dalam pasal 164 HIR menyebutkan alat bukti yang sah, yaitu: bukti surat; bukti
saksi; sangka; pengakuan; sumpah. Pengelompokkan bukti tidak langsung dan bukti
langsung dijelaskan dalam buku M. Yahya Harahap sebagai berikut: “Disebut bukti
langsung, karena diajukan secara fisik oleh pihak yang berkepentingan di
depan persidangan”. “…..Pembuktian yang diajukan tidak bersifat fisik, tetapi
yang diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau peristiwa yang terjadi di
persidangan”.3 Dilihat dari bentuk fisik tersebut maka yang menjadi alat bukti
tidak langsung menurut hukum acara perdata yaitu persangkaan, pengakuan dan
sumpah. Bentuk fisik ketiga alat bukti tidak langsung ini dapat dikatakan
sebagai suatu kesimpulan dari hak atau peristiwa yang terjadi di
persidangan.Secara umum istilah Indirect dan Direct Evidence tidak begitu akrab
dalam lingkungan fakultas Hukum. Baik Kitab hukum acara pidana, Kitab
hukum acara perdata tidak mencantumkan kedua istilah tersebut.
Penggunaan Indirect Evidence
sebagai alat bukti permulaan pada praktiknya seringkali terjadi pembatalan pada
putusan KPPU. Putusan KPPU secara praktek dapat dilakukan banding. Banding
dapat dilakukan apabila terdapat ketidakpuasan atas hasil putusan yang
dijatuhkan oleh KPPU. Pengajuan keberatan ini boleh diajukan kepada
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sesudah menerima
pemberitahuan putusan tersebut. “Sebagai lembaga negara pembantuan yang
sifatnya menjalankan fungsi pemerintahan yang lainnya, yaitu dalam bidang
pengawasan persaingan usaha, Putusan KPPU dapat dilakukan banding ke Pengadilan
Negeri”.5 Pengadilan Negeri dalam beberapa kasus membatalkan putusan KPPU atas
dugaan pelanggaran UU No. 5 tahun 1999 baik perkara kartel maupun diluar
perkara kartel.
2. Penggunaan Indirect Evidence oleh KPPU dalam membuktikan adanya dugaan kartel di Indonesia
*) Unsur Kartel
Kartel pada dasarnya adalah suatu perjanjian yang dilakukan pelaku usaha satu dengan pelaku usaha lainnya untuk meniadakan persaingan diantara mereka. Biasanya kartel dilakukan dengan cara mengatur produksi, distribusi dan harga. Kartel dalam pasal 11 Undangundang Nomor 5 tahun 1999 menetapkan, bahwa:
2. Penggunaan Indirect Evidence oleh KPPU dalam membuktikan adanya dugaan kartel di Indonesia
*) Unsur Kartel
Kartel pada dasarnya adalah suatu perjanjian yang dilakukan pelaku usaha satu dengan pelaku usaha lainnya untuk meniadakan persaingan diantara mereka. Biasanya kartel dilakukan dengan cara mengatur produksi, distribusi dan harga. Kartel dalam pasal 11 Undangundang Nomor 5 tahun 1999 menetapkan, bahwa:
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan parapesainganya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Pasal 11 UU No. 5 tahun 1999 dapat dijabarkan melalui unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Unsur Pelaku Usaha
b. Unsur perjanjian
c. Unsur pelaku usaha pesaingnya
d. Unsur bermaksud mempengaruhi harga
e. Unsur mengatur produksi dan atau pemasaran
f. Unsur barang
g. Unsur jasa
h. Unsur dapat mengakibatkan praktek monopoli
i. Unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
b. Unsur perjanjian
c. Unsur pelaku usaha pesaingnya
d. Unsur bermaksud mempengaruhi harga
e. Unsur mengatur produksi dan atau pemasaran
f. Unsur barang
g. Unsur jasa
h. Unsur dapat mengakibatkan praktek monopoli
i. Unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
Dilihat dari pasal 11 tersebut penggunaan kata “….dapat mengakibatkan….” KPPU menggunakan pendekatan Rule of Reason.
Rule of Reason adalah suatu
pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat
evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan
apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau
mendukung persaingan.6
Menurut hukum Persaingan Usaha,
alat-alat bukti dalam proses investigasi dapat dibedakan menjadi dua. Pertama
bukti langsung. Bukti langsung adalah “bukti yang tidak dapat menjelaskan
secara spesifik, terang dan jelas mengenai materi kesepakatan antara pelaku
usaha…”.7 Kartel merupakan suatu kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan
oleh para pelaku usaha sejenis. Kesepakatan atau perjanjian ini dapat berupa
kesepakatan tertulis atau tidak tertulis yang secara jelas menerangkan materi
kesepakatan. Kedua, bukti tidak langsung. Menurut hasil wawancara dengan KPPU
bukti tidak langsung diartikan sebagai berikut: Bukti tidak langsung
adalah bukti yang tidak dapat menjelaskan secara spesifik, terang dan
jelas mengenai materi kesepakatan antara pelaku usaha, yang termasuk
kedalam bukti tidak langsung tersebut adalah bukti komunikasi dan
bukti ekonomi termasuk di antaranya bukti tidak langsung
dapat ditemukan di statistik harga pasar, hasil analisis harga pasar,
dan lain-lain.
*) Indikator Awal Terjadinya Kartel
Komisi membuat indikator awal untuk mengidentifikasi kartel di dalam pedoman pasal 11 tentang kartel. Secara teori, ada beberapa faktor struktural maupun perilaku. Sebagian indikator awal dalam melakukan identifikasi eksistensi sebuah kartel pada sektor bisnis tertentu. Berikut merupakan cara bagi KPPU untuk melakukan upaya menemukan alat bukti dalam indikasi terjadinya kartel melalui metode analisis ekonomi: Beberapa diantaranya sebagai berikut:
*) Indikator Awal Terjadinya Kartel
Komisi membuat indikator awal untuk mengidentifikasi kartel di dalam pedoman pasal 11 tentang kartel. Secara teori, ada beberapa faktor struktural maupun perilaku. Sebagian indikator awal dalam melakukan identifikasi eksistensi sebuah kartel pada sektor bisnis tertentu. Berikut merupakan cara bagi KPPU untuk melakukan upaya menemukan alat bukti dalam indikasi terjadinya kartel melalui metode analisis ekonomi: Beberapa diantaranya sebagai berikut:
*) Faktor struktural
a) Tingkat konsentrasi dan jumlah perusahaan
b) Ukuran perusahaan
c) Homogenitas produk
d) Kontak multi pasar
e) Persediaan dan kapasitas produk
f) Keterkaitan kepemilikan
g) Kemudahan masuk pasar
h) Karakter permintaan: keteraturan, elastisitas dan perubahan
i) Kekuatan tawar pembeli (buyer power)
Kartel akan lebih mudah terjadi
jika jumlah perusahaan yang tergabung tidak banyak. Oleh Karena akan lebih
mudah untuk melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap para pelaku usaha yang
tergabung dalam kesepakatan untuk melakukan kartel. Pendiri dan pelopornya
adalah beberapa perusahaan yang mempunyai ukuran setara. Biasanya koordinasi
kartel dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kuasa atas pasar yang dimainkan
dalam kartel semisal dalam pasar kelompok minyak goreng. Pelaku-pelaku usaha
dengan modal yang tinggi serta keunggulan atas penguasaan pasar menjadikan
beberapa perusahaan yang memiliki banyak anak perusahaan yang juga bergerak
dibidang yang sama memiliki kecendrungan untuk menguasai/mengendalikan pasar.
Selain itu perusahaan yang memiliki modal tinggi dapat dengan mudah melakukan
penguasaan pasar bersangkutan dikarenakan ketidakmampuan pesaing dalam bersaing
di pasar bersangkutan.
Produk hasil dari para pelaku
usaha sifatnya homogenitas/sejenis. Jikalau produk yang dimainkan adalah suatu
produk yang memiliki karakteristik yang memiliki kecendrungan sama maka akan
mudah melakukan kartel. Istilahnya produk yang dimainkan adalah sejenis.
Pemasaran yang luas akan menyebabkan para pelaku usaha berkolaborasi walaupun
tidak terdapat insentif atas perbuatan pelaku usaha tersebut. Kolaborasi ini
dimungkinkan untuk menguasai pasar dan mengendalikannya demi keuntungan
terbesar yang dapat diperoleh oleh pelaku usaha.
Pasokan barang yang beredar
dipasaran overstock atau jumlah penawaran lebih tinggi dibandingkan permintaan
menjadikan pelaku usaha mudah terperangkap untuk menyepakati harga atas barang
tersebut. Tingginya tingkat persaingan menyebabkan masing-masing para
pelaku usaha meningkatkan produktivitas baik produksinya distribusi maupun
hasil akhir dari barang/jasa. Semua itu dilakukan untuk menarik konsumen untuk
membeli barang/jasa dari pelaku usaha. Kondisi tersebut merupakan kondisi
normal dalam sebuah persaingan. Namun kecurangan pelaku usaha oleh karena
tingginya tingkat persaingan diantara mereka menjadikan pelaku usaha tidak
ingin menerima kerugian dari kemungkinan kelebihan pasokan barang ataupun
kesulitan mencari pembeli di dalam pasar. Hal-hal seperti ini yang menyebabkan
para pelaku usaha secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan
kesepakatankesepakatan kartel.
Keterkaitan minoritas terlebih
lagi mayoritas mendorong pelaku usaha untuk mengoptimalkan laba melalui
keselarasan perilaku diantara perusahaan yang mereka kendalikan. Pelaku usaha
minoritas sudah tentu mengikuti arah pasar oleh karena ketidakmampuan didalam
bersaing dari para pelaku usaha mayoritas. Hal ini demi memaksimalkan
keuntungan bagi para pelaku usaha. Selain itu inelastisnya permintaan dan
kestabilan pertumbuhan memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kartel
karena dapat dengan mudah diprediksikan tingkat produksi serta
tingkat harga yang dapat mengoptimalkan keuntungan para pelaku usaha.
Ketidakberpengaruhnya harga atas permintaan pasar menjadikan pelaku usaha juga
dengan tenang melakukan perjanjian kartel. Pembeli akan tetap membeli/memakai
produk walaupun dengan harga yang tinggi oleh karena kebutuhan dan tidak
tersedianya barang substitusi atau pengganti atas barang/jasa yang dibutuhkan
konsumen.
Indikator struktural terakhir dalam mendeteksi awal
terjadinya kartel yaitu kekuatan tawar pembeli. Pembeli yang memiliki posisi
tawar yang kuat akan mampu melemahkan sistem perkartelan karena pembeli akan
mudah mencari penjual yang mau memasok dalam harga rendah sehingga kartel
dengan sendirinya dapat bubar disebabkan ketidakpatuhan atas kesepakatan kartel
dan ketidakefektifan aturan kartel diantara para pelaku usaha tersebut.
Pelemahan kartel ini dapat terjadi oleh karena kuatnya pengaruh pembeli atas
daya tawar suatu barang. Pelaku usaha akan lebih sulit melakukan koordinasi dan
penyesuaian harga akan barang/jasa mereka. kesepakatan-kesepatan yang telah ada
dapat dengan sendirinya menjadi tidak efektif.
*) Faktor Perilaku
a) Transparansi dan pertukaran informasi
b) Peraturan harga dan kontrak
*) Faktor Perilaku
a) Transparansi dan pertukaran informasi
b) Peraturan harga dan kontrak
Kartel dapat dideteksi dengan
cara melihat perilaku dari para pelaku usaha yang saling memberikan informasi
dan transparansi diantara mereka. Biasanya para pelaku usaha berusaha untuk
menyimpan hal-hal yang menjadi rahasia keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan
pembeli/konsumen. Namun dalam kartel tidak diperlukan cara khusus untuk
mendapatkan konsumen/pembeli. Oleh karena ketidakhadiran dari persaingan yang
sesungguhnya diantara pelaku usaha menjadikan pelaku usaha merasa aman akan
laba dari perusahaan. Peran asosiasi biasanya juga penting dalam hal pertukaran
informasi. Asosiasi dapat digunakan sebagai media yang mengatasnamakan asosiasi
namun didalamnya terdapat pertukaran informasi dan transparansi harga, jumlah
produksi dan pemasaran. Tindakan yang menurut KPPU merupakan hal yang melanggar
ketentuan dari UU No. 5 tahun 1999 dapat disamarkan oleh adanya
pertemuan-pertemuan yang mengatasnamakan asosiasi dagang. Oleh karena itu, KPPU
harus berhati-hati dalam menentukan apakah memang terjadi kesepakatan atau
tidak. Pembuktian adanya kesepakatan harus meyakinkan Perilaku lainnya yaitu
peraturan harga dan kontrak yang patut dicermati oleh KPPU sebagai bagian upaya
identifikasi eksistensi kartel. Peraturan tentang harga dan kontrak bahwa benar
adanya telah terjadi kesepakatan diantara pelaku usaha untuk melakukan
penetapan harga atau perjanjian akan itu yang harus dilakukan penyelidikan dan
pembuktian. Perjanjian dapat melalui alat bukti tertulis maupun tidak tertulis.
Alat bukti tertulis ini berupa surat ataupun dokumen sedangkan perjanjian tidak
tertulis ini dapat melalui bukti komunikasi, bukti adanya pertemuan-pertemuan.
Kesepakatan tersebut pada umumnya
dilakukan secara tertutup atau diam-diam, sehingga seringkali KPPU menghadapi
kesulitan dalam mengungkap dan membuktikan adanya kartel. Apalagi, “KPPU tidak
memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan atau penyitaan dokumen
terkait kesepakatan tersebut”.11 Jadi kartel yang dilakukan secara diam-diam
ini dapat diketahui dengan melakukan serangkaian kegiatan penelusuran secara
metode analisis ekonomi. Variable-variabel, daftardaftar harga, kinerja
perusahaan, laporan keuangan dan seluruh unsur kegiatan perusahaan akan
ditelusuri oleh KPPU. Data-data perusahaan tersebut kemudian dianalisis apakah
benar ada pelanggaran kartel maupun pelanggaran terhadap UU No. 5 tahun 1999.
Jikalau telah terbukti atas hasil penyelidikan melalui analisis ekonomi ini
KPPU berupaya untuk mendapatkan serangkaian alat bukti lainnya. Oleh
karena alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
satu-satunya. Perkembangan selanjutnya apabila tidak ditemukan alat bukti lain
yang dapat menyatakan bahwa para pelaku usaha tersebut bersalah maka jikalau
sudah pada tahap pemeriksaan lanjutan maka putusan KPPU akan memberikan putusan
tidak bersalah seperti halnya putusan tentang perkara semen dengan putusan
perkara nomor 1/KPPU-I/2010. Perkara Terkait dugaan adanya kartel dalam
industri semen di Indonesia ternyata tidak terbukti. Dasar pertimbangan yang
menyebabkan KPPU memutuskan bahwa tidak terjadinya dugaan praktek pelanggaran
pasal 11 tentang kartel berdasarkan hal berikut:
i. Tidak terdapat dampak yang merugikan bagi negara dan
konsumen;
ii. Tidak terdapat perbedaan harga yang signifikan ditingkat pabrik
dan tingkat ritel;
iii. Tidak adanya bukti bahwa telah terjadi pengaturan pasokan.
Kartel menjadi sulit dideteksi karena pada faktanya perusahaan yang berkolusi berusaha menyembunyikan perjanjian diantara mereka dalam rangka menghindari hukum. Jarang sekali dan naïf tentunya apabila pelaku usaha secara terang-terangan membuat perjanjian diantara mereka, membuat dokumen hukum, mengabadikan pertemuan, serta mempublikasikan perjanjian untuk melakukan suatu pelanggaran hukum. Dari hasil analisis kepustakaan yang dilakukan oleh penulis terdapat pendekatan ekonomi sebelum memulai penyelidikan dan metode secara ekonomi yang digunakan KPPU untuk memeriksa kasus kartel.
*) Pemilihan pendekatan ekonomi untuk memulai penyelidikan
Penyelidikan ini memiliki beberapa metodologi pendeteksian
kartel sebagai berikut:
1) Metodologi dengan seleksi random;
2) Metodologi yang bergantung pada indikator individu;
3) Metodologi yang otomatis (an automated methodology);
4) Metodologi menitoring pasar secara permananen.\
*) Metode secara ekonomi
Terdapat dua metode secara ekonomi yang juga biasa ditemukan didalam literature, yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up. Pendekatan top-down menyaring beberapa sektor untuk mengidentifikasi industri yang cenderung kolusi
Metode analisis ekonomi ini ada untuk menganalisis pembuktian kartel dengan menggunakan alat bukti tidak langsung atau indirect evidence. Penggunaannya dengan membuktikan adanya hubungan-hubungan antara fakta ekonomi satu dengan fakta ekonomi lainnya. Terlihatlah sebuah bukti kartel yang utuh sampai dengan jumlah kerugian yang diderita masyakat.
1) Metodologi dengan seleksi random;
2) Metodologi yang bergantung pada indikator individu;
3) Metodologi yang otomatis (an automated methodology);
4) Metodologi menitoring pasar secara permananen.\
*) Metode secara ekonomi
Terdapat dua metode secara ekonomi yang juga biasa ditemukan didalam literature, yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up. Pendekatan top-down menyaring beberapa sektor untuk mengidentifikasi industri yang cenderung kolusi
Metode analisis ekonomi ini ada untuk menganalisis pembuktian kartel dengan menggunakan alat bukti tidak langsung atau indirect evidence. Penggunaannya dengan membuktikan adanya hubungan-hubungan antara fakta ekonomi satu dengan fakta ekonomi lainnya. Terlihatlah sebuah bukti kartel yang utuh sampai dengan jumlah kerugian yang diderita masyakat.
Kartel tidak hanya dapat
merugikan konsumen secara materiil.Lebih jauh lagi akibat dari kartel dapat
menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan tidak kondusif dan
kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan
sistem persaingan usaha yang sehat. Selain itu kartel dapat menyebabkan tidak
bekerjanya sumber-sumber daya baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia
dan sumber daya ekonomi lainnya secara efisien/berdaya
guna penuh.
guna penuh.
Penjelasan mengenai bagaimana kartel dapat terjadi, dalam
situasi apa dan akibat apa yang dapat ditimbulkan dari kartel dibawah ini
penulis memberikan dua buah contoh putusan yang menggunakan bukti tidak
langsung sebagai alat bukti tambahan penguat dari alat-alat bukti lainnya.
Putusan dengan nomor 25/KPPU-I/2009 untuk perkara Penetapan Harga Fuel
Surcharge dalam industri jasa penerbangan domestik Indonesia atau yang biasa
dikenal dengan putusan Fuel Surcharge. Putusan nomor24/KPPU-I/2009 untuk
putusan Industri minyak goreng sawit di Indonesia atau biasa dikenal
dengan putusan minyak goreng.
#) Analisis putusan
1.) Putusan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 Tentang Penerapan Harga Fuel Surcharge dalam industri jasa penerbangan domestikIndonesia
#) Analisis putusan
1.) Putusan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 Tentang Penerapan Harga Fuel Surcharge dalam industri jasa penerbangan domestikIndonesia
Dalam kasus ini yang digunakan KPPU sebagai alat bukti tidak
langsung atau Indirect Evidence yaitu hasil analisis terhadap hasilpengolahan
data yang mencerminkan terjadinya keuntungan yang banyak disertai
ketidakwajaran. Oleh karena keuntungan tersebut ada bukan karena perusahaan
melakukan efisiensi teknologi, sumberdaya maupun kinerja dari sistem
diperusahaan maskapai penerbangan tersebut. Melainkan dari hasil analisis
grafik, tabel uji korelasi dan uji varians menunjukkan adanya trend dan variasi
yang mengarahkan pada suatu kesimpulan bahwa telah terjadi kesepakatan
penetapan besaran harga fuel surcharge diantara para pelaku usaha
maskapai penerbangan tersebut.
2.) Putusan perkara Nomor 24/KPPU-I/2009 Tentang Industri
Minyak Goreng Sawit di Indonesia
Pada putusan ini yang menjadi alat bukti tidak langsung
yaitu Berikut adalah bukti tidak langsung yang menjadi alat buktiawal
dilakukannya penelitian atas dugaan adanya kartel diantara pelaku usaha
produsen minyak goreng curah dan kemasan yang ditemukan selama tahap
pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan, yaitu sebagai berikut:
*) Bukti Komunikasi (communication evidence)
*) Bukti Komunikasi (communication evidence)
Pertemuan dan/atau komunikasi baik secara langsung maupun
tidak langsung dilakukan oleh para Terlapor pada tanggal 29 Februari 2008 dan
tanggal 9 Februari 2009. Bahkan dalam dalam pertemuan dan/atau komunikasi
tersebut dibahas antara lain mengenai harga,kapasitas produksi, dan struktur
biaya produksi;
*) Bukti ekonomi (economic evidence);
Berikut bukti ekonomi yang terdapat pada putusan ini yaitu struktur pasar terkonsentrasi, Produk yang dihasilkan mempunyai karekteristik yang sama, price parallelism, market leader, permintaan berisfat inelastis,
Berikut bukti ekonomi yang terdapat pada putusan ini yaitu struktur pasar terkonsentrasi, Produk yang dihasilkan mempunyai karekteristik yang sama, price parallelism, market leader, permintaan berisfat inelastis,
tingkat kesulitan memasuki pasartinggi.
*) Facilitating practices
Fasilitas informasi yang dilakukan yaitu melalui price signaling dalam kegiatan promosi dalam waktu yang tidak bersamaan serta pertemuan-pertemuan atau komunikasi antar pesaing melalui asosiasi.
Fasilitas informasi yang dilakukan yaitu melalui price signaling dalam kegiatan promosi dalam waktu yang tidak bersamaan serta pertemuan-pertemuan atau komunikasi antar pesaing melalui asosiasi.
Penutup
*) Kesimpulan
Kesimpulan dari skripsi diatas sebagai berikut:
1.) Hukum acara perdata maupun hukum acara pidana tidak mengenal pengelompokan istilah alat bukti langsung dan alat bukti tidak langsung. Alat bukti tidak langsung dan alat bukti langsung dikenal dalam hukum acara persaingan usaha. Menurut KPPU dalam hukum acaranya bahwa alat bukti tidak langsung dikelompokkan dalam alat bukti petunjuk. Selain itu, baik hukum acara pidana, hukum acara perdata maupun hukum persaingan usaha, ketiganya sama-sama mengatur minimal alat bukti yaitu 2 (dua alat bukti yang harus dihadirkan dalam persidangan. Penggunaan alat bukti tidak langsung berupa metode analsis ekonomi dan bukti komunikasi sebagai bukti pertama pada tahap pemeriksaan pendahuluan oleh KPPU. Selanjutnya untuk masuk pada tahap pemeriksaan lanjutan hingga putusan tetap diperlukan alat bukti lainnya berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen dan keterangan pelaku usaha.
Kesimpulan dari skripsi diatas sebagai berikut:
1.) Hukum acara perdata maupun hukum acara pidana tidak mengenal pengelompokan istilah alat bukti langsung dan alat bukti tidak langsung. Alat bukti tidak langsung dan alat bukti langsung dikenal dalam hukum acara persaingan usaha. Menurut KPPU dalam hukum acaranya bahwa alat bukti tidak langsung dikelompokkan dalam alat bukti petunjuk. Selain itu, baik hukum acara pidana, hukum acara perdata maupun hukum persaingan usaha, ketiganya sama-sama mengatur minimal alat bukti yaitu 2 (dua alat bukti yang harus dihadirkan dalam persidangan. Penggunaan alat bukti tidak langsung berupa metode analsis ekonomi dan bukti komunikasi sebagai bukti pertama pada tahap pemeriksaan pendahuluan oleh KPPU. Selanjutnya untuk masuk pada tahap pemeriksaan lanjutan hingga putusan tetap diperlukan alat bukti lainnya berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen dan keterangan pelaku usaha.
2.) Kartel adalah suatu bentuk
perjanjian yang dibuat oleh dua atau lebih pelaku usaha sejenis, dengan maksud
untuk mengendalikan produksi, harga dan wilayah pemasaran. Kartel dalam pasal
11 Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
persaingan tidak sehat masuk kedalam Rule of Reason. Akibat yang ditimbulkan
dengan adanya kartel berdampak secara khusus kepada konsumen sebagai penderita
kerugian secara langsung dan negara sebagai penderita kerugian secara tidak
langsung dan global. Bukti tidak langsung dapat digunakan analisis melalui
beberapa cara. Diatur dalam Perkom No. 4 tahun 2010 dan salah satu jurnal dari
Komisi Pengawas Persaingan usaha yang ditulis oleh Riris Munadiya dalam jurnal
berjudul Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence) dalam Penanganan Kasus
Persaingan Usaha. Menurut pengaturan dalam Peraturan Komisi No 4 tahun 2010
tentang pedoman pasal 11 UU No.5 tahun 1999 tentang bukti tidak langsung, yang
dapat digunakan sebagai alat bukti tidak langsung yaitu melalui analisis
ekonomi melalui faktor struktural dan faktor perilaku. Faktor struktural
mencangkup tingkat konsentrsi dan jumlah perusahaan; ukuran perusahaan;
homogenitas produk; kontak multi pasar; persediaan dan kapasitas produksi;
keterkaitan kepemilikan; kemudahaan masuk pasar; karakter permintaan:
keteraturan, elastisitas dan perubahan; kekuatan tawar pembeli. Sedangkan untuk
faktor perilaku berdasarkan transparansi dan pertukaran informasi, dan
peraturan harga dan kontrak. Menurut Riris Munadiya dalam jurnal berjudul Bukti
Tidak Langsung (Indirect Evidence) dalam Penanganan Kasus Persaingan Usaha.
dikatakan bahwa alat bukti tidak langsung selain dengan penggunaan melalui
analisis faktor structural dan faktor perilaku dilakukan dengan cara pendekatan
ekonomi, dan metode secara ekonomi. Penggunaan alat bukti dengan metode
analisis ekonomi ini telah dilakukan dalam contoh putusan No.
24/KPPU-I/2009 tentang Industri Minyak Goreng Sawit di Indonesia dan putusan
No.25/KPPU-I/2009 tentang Penetapan Harga fuel Surcharge dalam industri jasa
penerbangan domestic Indonesia.
*) Saran
Penulis memberikan beberapa saran untuk perbaikan pengaturan
Hukum Persaingan Usaha di Indonesia:
1.) Pertentangan penggunaan Indirect Evidence masih hadir di
kalangan akademisi baik dosen dan mahasiswa. Sebaiknya KPPU lebih menggiatkan
sosialisasi tentang Indirect Evidence dan tata cara dan tahapan penggunaannya
pada sistem pembuktian di KPPU dan kaitannya dengan sistem pembuktian di
Indonesia.
2.) Masih diperlukan sosialisasi terkait Tata Cara
Penanganan Perkara yaitu Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 tahun
2010 tetantang tata Cara Penanganan Perkara jo. Perkom No. 1 tahun 2006.
3.) Masih diperlukan pengaturan mengenai tata cara penanganan perkara yang lebih mendetail supaya jelas terlihat tahapan penggunaan indirect evidence oleh KPPU.
Daftar Pustaka
3.) Masih diperlukan pengaturan mengenai tata cara penanganan perkara yang lebih mendetail supaya jelas terlihat tahapan penggunaan indirect evidence oleh KPPU.
Daftar Pustaka
Greenspan, Alan, Abad Prahara (Ramalan Kehancuran Ekonomi Dunia abadke-21), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, Hal 252.
M, Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Buku Ajar KPPU, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks (online),2009, Hlm, 55, http://www,kppu,go,id/id/publikasi/buku_ajar/ (11 Maret 2012).
Makalah Dalam Seminar
Sukarmi, Kurikulum dan Buku Ajar Hukum Persaingan Usaha,
Makalah disajikan dalam Seminar nasional bagi Dosen PTN dan PTS serta mahasiswa
di Malang, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Jakarta, Hotel Tugu Malang, 20
Desember 2012.
Jurnal
Anna Maria Tri Anggraini, Program Liniency dalam Mengungkap Kartel Menurut Hukum Persaingan Usaha, Hal 114-116, (online), Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 6, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta,2011, http://www,kppu,go,id/id/wp-content/uploads/2012/06/Juurnal-6-
2011,pdf (19 September 2012).
Jurnal
Anna Maria Tri Anggraini, Program Liniency dalam Mengungkap Kartel Menurut Hukum Persaingan Usaha, Hal 114-116, (online), Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 6, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta,2011, http://www,kppu,go,id/id/wp-content/uploads/2012/06/Juurnal-6-
2011,pdf (19 September 2012).
Riris Munadiyah (ed), Bukti tidak langsung (indirect
evidence) dalam penanganan kasus persaingan usaha, Edisi 5 , 2011, Hal 169,
http://www,kppu,go,id/docs/jurnal/JURNAL_5_2011_ok,pdf (19 September 2012).